Keesaan Gereja, Mungkinkah?
Mungkinkah gereja di Indonesia bisa bersatu? Tentu sebelum menjawab akan muncul pertanyaan, bersatu seperti apa? Tidak gampang menjadi satu. Jika melihat potret dari gereja di Indonesia, kelihatannya, aliran-aliran gereja terus bertambah, dan cenderung susah untuk menjadi satu. Pertambahan aliran-aliran itu juga menambah banyaknya pergumulan gereja. Apakah penambahan aliran itu yang diinginkan Tuhan.
Radius Prawiro penah mengatakan, bahwa keesaan itu hanya bukan tujuan, melainkan juga titik berangkat menuju “keesaan sejati.” Esa adalah sifat Tuhan, satu adanya. Keesaan gereja berarti sifat yang satu, menyatu dengan sifat yang lain dan menjadi satu.
Apa artinya menjadi satu? Sudah barang tentu bahwa menyatukan lembaga-lembaga gereja itu, sesuatu yang muskil. Tetapi faktanya ada aliran yang Gereja pernah menyatu, perlu diingat Gereja Kristen Indonesia sekarang pecahaan beberapa aliran, kemudian menjadi satu. Tahun 1994, pada Sidang Raya Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) di Irian Jaya enambelas tahun lalu itu menyabut keputusan Gereja Kristen Indonesia meleburkan diri menjadi satu sinode. Kalau disebut untuk menuju keesaan, itu berarti selama ini terpecah-pecah.
Gereja seharusnya terus memikirkan keesaan, sebab dunia sekarang menjadi satu, dunia menjadi “kampung bersama” warga umat manusia. Sebab dunia sudah menjadi persoalan bersama. Kita telah memasuki zaman yang berbeda sebelumnya, zaman yang seluruhnya sudah terang-benderang, tentu saja juga dunia membangun sejarah bersama, “sejarah universal.” Inilah gerakan yang disebut gerakan oukumenis.

Gerakan Oikumene
Oukumen didengungkan oleh gereja untuk kesatuan tubuh Kristus. Oikumene yang artinya seluruh penghuni bumi. Gerakan ini untuk mempersatukan seluruh Kristen yang ada di atas dunia ini. Bahkan dalam nubuatan dikatakan bukan saja Kristen tetapi di luar Kristen akan bersatu, menerobos ke semua agama dan kepercayaan yang ada di bumi ini. Artinya, Oikumene menggelontorkan semangat kembali kepada satu gereja dunia seperti pada permulaan.
Epistemologi ekumenisme kadang-kadang disebut oikoumenisme, oikumenisme berasal dari bahasa Yunani dari kata “oikos” yang berarti rumah dan “menein” artinya tinggal. Oikoumene bisa berarti “satu atap” “satu tempat tinggal.” Pengertiannya yang paling luas, ekumenisme berarti inisiatif keagamaan menuju keesaan di seluruh dunia.
Kata ini digunakan terutama sekali dalam kaitan dengan “dan oleh” agama Kristen untuk merujuk pada gerakan menuju persatuan atau kesatuan denominasi Kristen yang terpecah-pecah karena doktrin, sejarah dan praktik.

Satu Gedung
Sebagai sesuatu bahan diskusi, apakah lebih baik satu gedung dari pada gereja berjejer untuk menyingkapi perbedaan aliran-aliran. Salah satu contoh, di daerah Cilandak, hal yang boleh menjadi teladan, bahwa ada gereja untuk gereja satu gedung dipergunakan untuk tiga aliran gereja. Diantaranya, GPIB Markus, Katolik, GPdI. Ini menjadi benih kesatuan gereja.
Adalah David, seorang pekerja dari gereja GPIB Markus, bercerita soal gedung gereja yang sudah berdiri 42 tahun lamanya itu. “Satu gedung Gereja dipakai oleh tiga aliran. Tidak ada masalah terhadap hal ini. Yang penting hanyalah koordinasi antara sesama pengurus. Koordinasi pada pengelola gedung,” tambahnya.
Agar tidak terjadi benturan saat mengadakan kebaktian, atau misa, maka perlu dilakukan komunikasi. Pengurus gedung itulah penyelenggara, pengurus gereja koordinasi. Sementara itu, untuk menjadikan jemaat saling mengenal ketiga aliran gereja tersebut minimal dua kali setiap tahunnya menggelar kebatian bersama. Dan yang dilayani masing-masing pelayan, pendeta-pastor. Di sini terasa persaudaran di antara sesama jemaat.

Gereja Berderet
Lain lubuk lain ikannya. Kalau di Cilandak bisa satu gedung dimamfaatkan tiga aliran, di Bekasi daerah Harapan Baru Regency Selatan, Bekasi Barat malah Gereja berjejer sampai enam gereja. Melihat ini, kelihatannya, kesatuan gereja masih sebuah keniscahayaan di Indonesia.
Keenam gereja yang berjejer tersebut adalah: GPIB Jemaat Harapan Baru, Gereja Pentakosta Serikat di Indonesia (GPSDI), Gereja Betel Indonesia, Gereja Kristus Rahmani Indonesia jemaat KDE Tytyan Kencana, Gereja Advent, dan Gereja HKBP resort Harapan Baru II Sola Gratia. Dari keenam Gereja ini, hanya dua Gereja yang memiliki jemaat sekitar 300 jiwa, HKBP dan GPIB.
Gedung gereja ini dibangun tahun 1996, dengan model yang sama dan luas ruangan yang sama pula. Seluruh Gereja tersebut punya sinode sendiri. Menurut beberapa jemaat menyebutkan “keenam Gereja tersebut sebagai tempat percontohan.” Lahannya diberikan pemerintah daerah (Pemda) Bekasi untuk peruntukkan tempat rumah ibadah.
Bagaimana dengan kebaktian? Itulah uniknya. Kalau Gereja Advent tidak terlalu masalah karena kebaktian Hari Sabtu. Yang masalah adalah lima Gereja lagi yang selalu sahut-sahutan saat kebaktian. Ada Gereja yang biasanya memakai alat musik band, ada Gereja yang hanya bertepuk tangan, ada pula hanya dengan kebaktian menyanyikan kidung jemaat. Melihat kebaktian tersebut kita mungkin salut. Tetapi, apakah kita sadari dengan gereja berjejer terus menandakan Gereja tidak satu adanya. Adakah rumah ibadah yang lain seperti itu?
Bagaimana mengelola kebaktian bersama dengan keenam gereja? “Terus terang kita belum pernah kebaktian bersama. Memang kita rindu, tetapi kelihatannya sulit. Tetapi, dengan adanya gedung Gereja berjejer begini adalah solusi untuk mensiasati pengurusan izin IMB yang berbelit-belit,” ujar Gaspersz, salah satu penatua GPIB, ini.
Lalu, bagaimana membuat agar kebaktian tidak merasa mengusik pada tetangga gereja? “Kita selalu atur waktu, sebisa mungkin, agar tidak ada suara bising. Sejauh ini kita terus selalu menjaga kenyamanan dengan tetangga gereja sebelah kita,” ujar pendeta Asi Hutabarat, gembala sidang Gereja Kristus Rahmani Indonesia.

Satu Roh
Kapan Gereja bisa menjadi satu? Paulus sangat konsen dengan keesaan masalah kasatuan umat Tuhan. Saat dia mendengar ada perpecahan di antara orang-orang Korintus, Paulus menulis Gereja digambarkan sebagai satu tubuh dengan banyak anggota yang berbeda di antara mereka sendiri, tetapi satu dengan Kristus kepala Gereja.
“Sebab dalam satu roh kita semua dibaptis menjadi satu tubuh, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, apakah terikat atau bebas.” Kesatuaan seperti apa yang diharapkan Paulus? Kesatuan Gereja dalam segala bentuknya. Tentu dasarnya satu doktrin, didasarkan pada Tritunggal sebagai salah satu sifat mendasar Tuhan. Secara khusus, secara historis diungkapkan secara lebih formal dan meyakinkan dalam definisi dari Konsili Ekumenis, yang kemudian merumuskan lambang iman sebagai “Pengakuan Iman.”
Ini adalah tujuan dari Allah yang mengambil rupa menjadi manusia, datang untuk umat manusia, sehingga kita tidak hanya menjadi satu tubuh dengan Kristus, tetapi juga satu Roh dengan Allah Tritunggal. Satu tubuh, dan satu Roh, bahkan sebagai kamu dipanggil dalam satu harapan panggilan Anda, satu Tuhan, satu iman.

Persatuan
Gereja adalah bukan gedungnya, tetapi tubuh Kristus yang dipanggil keluar pada terangnya yang baik. Sebagai gambaran, gedung gereja hanyalah tempat untuk menyembah Tuhan dan bersekutu dengan orang lain.
Gedung gereja harusnya bukan hanya bermamfaat untuk satu aliran saja, tetapi banyak aliran yanga membutuhkan hal itu. Harusnya kita, umat Kristen bisa melihat dengan jenih, bening apa yang terjadi dalam setiap pendirian gereja. Sesuatu hal yang menjadi pelajaran bersama adalah: bagaimana membangun hidup bersama sesama umat Krsiten.
Jika seperti yang kebaktian bergilir yang telah ditunjukkan di Gereja Bathera Kasih ini, seharunya menjadi pendorong para pimpinan gereja menjadari hal ini. Betapa penting berbagai baik suka dan duka. Intinya umat Kristen adalah hal yang menjadi hal yang harus ditawarkan adalah solusi, dalam mensiasati apa yang terjadi dalam menyelenggarakan kebaktian bergilir. Barangkalai ini bukan solusi tetapi sebagai salah satu halal yang harus juga dipikirkan.
Tetapi ada juga pertanyaan, barang kali ada berbagai hal yang harus diperhatikan; barangkali mungkin juga karena kebetulan gereja tersebut di komplek pusat Marinir, KKO Cilandak. Maka, satu gedung untuk tiga sekte, atau aliran gereja menjadi menarik untuk diperbincangkan.
Sebagaimana kerinduan Tuhan Yesus, dalam daoanya “bahwa mereka menjadi satu andanya.” Satu bukan labelnya yang satu. Tetapi satu hati dalam pemikiran dan perasaan. Maka jika itu terjadi, laiknya jemaat Kristen saling memperhatikan.
Perwujudan keesaan gereja di Indonesia harus menjadi berkat bagi bangsa, sehingga kehadiran gereja-gereja di Indonesia dapat dirasakan dan mempunyai makna tidak saja bagi gereja dan umat Kristen di Indonesia tetapi juga bagi seluruh masyarakat, bangsa dan negara.
Walaupun ada banyak kendala dalam upaya mewujudkan keesaan karena bagitu beragamnya denominasi, tetapi harus diakui telah mencapai banyak kemajuan di bidang keesaan sejak hal itu digagas sejak tahun 1950 lalu.

Kudus dan Am
Pengakuan iman tentang Gereja didahului oleh pengakuan terhadap Roh Kudus. Ini adalah peletakan yang sudah “amat tepat” bahwa Roh Kuduslah yang mengimplementasi karya penyelamatan Yesus Kristus sehingga orang boleh mengalami pembaruan hidup. Apa saja sifat hakiki Gereja menurut pengakuan iman historis yang kita warisi?
Menurut Pengakuan Iman Nicea, ada empat sifat hakiki Gereja yaitu am, kudus, esa dan rasuli. Pertama, Gereja bersifat am atau universal. Dalam Perjanjian Lama rencana keselamatan Allah masih mewujud dalam lingkup yang agak terbatas yaitu di sekitar umar Israel. Namun dengan terpenuhinya Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus, terbentuk pula sifat baru dari umat tebusan Allah yaitu lintas suku, bahasa, bangsa menjadi Gereja internasional yaitu Gereja yang Am.
Lebih dari itu, Roh pun tidak lagi terbatas hanya dicurahkan ke segelintir pemimpin tetapi kepada semua pengikut Kristus. Maka Gereja yang adalah Bait Roh Allah menjadi bersifat universal itu semua dipersatukan di dalam karya penyelamatan Yesus Kristus.
Kedua, Gereja adalah orang-orang yang telah diluputkan oleh Kristus dari kecemaran dunia dan dari dosa pribadi. Kristus memungkinkan apa yang tidak mungkin manusia upayakan sendiri dengan cara apa pun yaitu pembaruan hati atau kelahiran baru atau dilahirkan dari Allah.
Pembaruan hati adalah karya Allah dalam keberadaan subjektif kehidupan orang beriman mengiringi karya anugerah Allah yang secara objektif memilih dan memisahkan kita dari kerajaan gelap masuk ke dalam Kerajaan terang-Nya.
Dalam Yohanes 13 Tuhan Yesus melukiskan hal ini dengan “mandi”. Melalui mandi yaitu tindakan pembasuhan total Kristus atas hidup kita, kita menjadi bersih dan berbagian dalam Gereja-Nya.
Dalam pasal sama Yesus mengajarkan para murid-Nya agar mengkondisikan terus proses pengudusan ini yaitu dengan tindakan saling mengasihi sampai berwujud ke saling mencuci kaki, yaitu saling melayani demi menumbuhkan kekudusan bersama. Saling menegur, saling mendoakan, saling mengasihi dan disiplin Gereja adalah berbagai tindakan agar kekudusan Gereja terpelihara.
Keesaan Gereja adalah target yang Tuhan Yesus ingin lihat terwujud dalam Gereja sehingga Ia mendoakannya. Tuhan Yesus secara khusus mendoakan keesaan Gereja ini dalam doa imamat-Nya karena kepentingannya terkait dengan dua hal.
Keesaan Gereja menjadi cerminan dari keajaiban sifat tritunggal Allah. Sifat tritunggal Allah memang merupakan misteri yang tak mungkin terpecahkan dengan penjelasan yang mengandalkan analisis logis numerik. Namun manifestasi kebenaran sifat Tritunggal itu kita alami dalam kehadiran Yesus Kristus yang di dalam-Nya kemuliaan, rencana, misi Allah menyatu penuh dan mewujud.
Keesaan sifat, hasrat dan misi di dalam relasi ketiga Pribadi Tritunggal itulah yang melahirkan Gereja. Maka logislah bila gereja memanifestasikan keesaan yang serasi dengan keesaan kasih kekal ilahi dalam Allah Tritunggal. Kedua, Tuhan Yesus menempatkan keesaan Gereja bukan saja sebagai akibat dari karya Tritunggal tetapi juga sebagai sebab yang akan membuat missi Gereja menyaksikan Yesus Kristus akan berhasil.
Apabila Gereja baik lokal, denominasional, maupun regional atau global gagal memanifestasikan keesaan dalam kebenaran dan kasih, maka kekuatan missi Gereja menyaksikan Kristus akan tergerogoti. Sebab, dengan konsekuen memelihara keesaan dalam berbagai praktik yang didasari oleh kebenaran, saling peduli, ibadah yang menyatupadu, maka fakta bahwa Yesus sungguh Tuhan dan Juruselamat menjadi kasat mata dalam kehidupan bergereja.
Demikianlah Gereja tidak-boleh-tidak peduli terhadap dunia sekelilingnya, dengan menyatu memikirkan “keesaannya.” Sebagaimana dalam doa-Nya Yesus meminta agar “Gereja Satu Adanya” dipelihara dalam kebenaran sambil tetap berkontribusi aktif dalam dunia ini. Gereja harus setia secara dinamis dan kreatif dalam meneruskan kebenaran Injil yang rasuli dan am. Gereja yang bersatu terus menerus membuka diri demi kemajuannya.***Hotman J. Lumban Gaol